Selasa, 26 Januari 2010

Burn Outside Sweet Inside









Kontributor
Fajar 'Ndud' Dwinugroho adalah seorang traveler dan hiker.Seorang sportholic khususnya futsal dan badminton. Penyuka tetralogi Laskar Pelangi ini juga merupakan seorang penikmat tembang-tembang Jawa.
----------------------------------------------------------------------------------


Ketika beberapa kali melewati jalan raya Malang-Surabaya, ada hal yang menarik perhatian saya. Di pinggiran jalan ada papan bertuliskan "ubi madu". Ya, ubi madu atau yang biasa dikenal dengan sebutan ubi cilembu ini cukup membuat saya penasaran untuk mencicipinya.

Mungkin bagi warga Sumedang dan sekitarnya, tentu penganan ini tidak akan sukar didapat karena ubi ini merupakan ras lokal kecamatan Tanjung Sari, Kabupaten Sumedang. Namun bagi saya yang asli Jawa Timur, ubi cilembu ini merupakan kuliner baru yang wajib diincip. Hingga pada suatu sore dibawah rintik hujan, saat melintas daerah Singosari, saya mampir di salah satu kios penjual ubi madu tersebut. Selain ingin beli, sebenarnya saya juga ingin tahu banyak tentang ubi cilembu ini. Saat masuk kios, ternyata mas penjualnya yang bisa saya tebak asli Sunda ini (dari logat bicaranya) telah menyediakan ubi yang sudah di bakar, jadi saya tidak butuh waktu lama untuk bisa langsung "ngicipi" ubi yang menurut kebanyakan orang sangat nikmat ini.

Harga untuk ubi yang fresh from the oven dibanderol 15 ribu rupiah per kg nya sedangkan yang masih mentah cukup 10 ribu rupiah saja. Awalnya saya beli setengah kilo saja, mau nyoba dulu gimana rasanya. Saya ambil satu ubi yang agak besar, lalu saya potong separuh. Sesaat setelah saya potong tadi tiba-tiba dari dalam ubi keluar cairan berwarna coklat keemasan agak lengket dan kental, semacam madu. Melihat hal yang eksotis di depan mata tersebut, saya semakin bernafsu dan mulai memasukkan potongan ubi tadi ke dalam mulut. "Cccrroottt..", ketika ubi terlumat di mulut saya, saya merasakan suatu rasa yang hhmmmmmm, enak! Perpaduan rasa ubi yang nikmat ditambah rasa manis yang berasal dari cairan dalam ubi itu membuat satu paduan yang lezat.



Saya terkejut dengan rasa nikmat yang dihadirkan si ubi. Apalagi si ubi hadir dengan balutan manis dari "madu" nya. Ketika tengah asyik menikmati ubi, ada seorang ibu di dalam angkot yang berada di depan kios memandangi saya dengan mimik muka heran. Mungkin dalam pikirannya,"Arek lemu iki mangan opo yo? kok, ketho'e wuenak banget." (anak gendut ini sedang makan apa ya? kok sepertinya enak sekali-red).

Menurut mas yang njual, cairan manis ini bisa keluar dengan optimal jika si ubi di oven atau dibakar. Jika di goreng, cairan 'madu' nya ngga' bakal keluar. Kalo dikukus? "Kalo dikukus mah, madunya ngga' keluar sebanyak kalo di ophen ato di bakar". Setelah melahap habis setengah kilo ubi, ternyata saya masih kurang. Yah mau gimana lagi, terpaksa deh nambah setengah kilo lagi, hehehe.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Ads Inside Post