Jumat, 24 September 2010

Sop Buntut Sederhana


Namanya warung "Sederhana", ada di daerah Krembangan, Perak. Tempatnya sederhana, benar-benar sesederhana namanya. Hanya ada 4 kursi yang disediakan pemilik warung. Menu andalannya adalah sop buntut. Enak, dagingnya besar dan empuk, ditambah topping potongan wortel jadi tambah maknyus, cocok untuk sarapan bareng pasangan, hehe.

Silahkan dicoba. Harganya Rp. 20.000,- untuk paket berdua, sudah termasuk semangkuk besar sop buntut, 2 piring nasi, 2 gelas teh hangat dan senyum manis ibu penjualnya:)

Selasa, 21 September 2010

Berjalan Menembus Kabut Bromo

Nama Gunung Bromo memang sudah tersohor hingga mancanegara, tak heran jika banyak pelancong ingin mengunjunginya. Banyak alternatif akomodasi untuk menuju lokasi gunung nan eksotis ini, hardtop, ojek, ataupun kuda selalu siap sedia mengantarkan kita. Namun dengan dalih menghemat pengeluaran, saya, adik dan 3 orang sepupu saya kali ini memutuskan jalan kaki saja.

Pukul 03.30 kami berangkat dari homestay. Setelah kira-kira 20 menit berjalan, akhirnya kami sampai di lautan pasir. Berbekal senter seadanya, kami berlima mulai menyusuri lautan pasir mengikuti pathok-pathok pembatas kawasan Gunung Bromo, karena itulah acuan kami supaya tidak kesasar. Bagi pejalan seperti kami, memakai masker hukumnya wajib saat melintasi kawasan ini. Kabut yang begitu tebal ditambah debu dari lalu-lalang hardtop yang seperti arak-arakan pejabat itu, akan sangat mengganggu pernafasan. Selain itu, kombinasi kabut dan debu tadi akan secara otomatis membuat jarak pandang semakin terbatas.

Setelah hampir 1,5 jam berjalan, akhirnya sampai juga di starting point pendakian ke puncak Bromo. Disitu sudah ramai orang yang sedang bersiap-siap mau muncak. Banyak yang menawarkan ojek kuda, tapi kami tetap setia dengan prinsip 'jalan kaki' kami, hehe. Ojek kuda disini rupanya sudah diorganisir dengan baik. Jadi setiap pemilik diberi identitas berupa nomor urut, mereka tidak perlu berebut mencari pelanggan. Mereka tinggal menunggu giliran dipanggil sesuai nomor urutnya.

Dalam perjalanan menuju kawah Bromo, saya sempat melihat seorang ibu berjalan dengan membawa serta anaknya yang masih bayi. Tidak hanya itu, saya juga melihat seorang nenek yang mengenakan sewek (kain jarik) sedang dituntun oleh anaknya menapaki jalan pasir menuju kawah Bromo. Saat ditawari naik kuda, si nenek malah menolak dan dengan semangat menjawab, "Wong mbahe sik kuat kok, le". Wahuuu! Keep rock 'n roll, mbah!

Kabut saat itu masih tetap tebal. Masker sarung yang saya pakai sejak di lautan pasir ternyata sudah tidak mempan lagi. Alhasil, hidung saya mulai bereaksi, bersin-bersin dengan ekstrim. Sudah hampir 2 pack tissu ukuran sedang saya habiskan sepanjang perjalanan, tapi si ingus belum juga mampet. Bahkan saking jengkelnya, saya biarkan saja dia netes-netes di pasir. Untung saja keadaan sekitar masih berkabut jadi kelakuan tidak berperi kesopanan itu tidak sempat membuat heboh pengunjung lain.

Lain halnya dengan salah satu sepupu saya, sebut saja AK-nama disamarkan, memang benar hidungnya baik-baik saja tapi tidak dengan perutnya. Sejak di starting point sebenarnya dia sudah mengeluh sakit perut, ingin buang 'perbekalan' katanya. Namun, karena toilet masih tutup maka kami tetap melanjutkan perjalanan menuju puncak. Dalam perjalanan pulang menuju starting point, rupanya hasrat ingin buang 'perbekalan' itu sudah tidak bisa ditolerir lagi. Dengan hanya berbekal tissu, tanpa basa-basi dia langsung cari semak-semak, memenuhi hasratnya itu. "Krrskkk..krrskkk..", sepuluh menit dia baru muncul lagi. Sebenarnya hasrat buang 'perbekalan' sepupu saya di Bromo tidak hanya kali itu saja, tapi tidak usahlah saya ceritakan semua, cukup satu itu saja, hehe.Inilah salah satu berkah jalan kaki, misalkan saja kita naik kuda lalu kebelet seperti itu, masak si bapak dan kudanya disuruh nunggu kita?

Ternyata dinginnya kabut Bromo juga dirasakan pengunjung lain. Buktinya, toilet sampai antri seperti antri minyak subsidi, terutama toilet cewek. Saya yang dari tadi juga kebelet buang air kecil sedikit lega karena dari kejauhan, area toilet cowok tampak lengang. Begitu saya mendekat, jeng!jeng! Ternyata disana sudah ada beberapa orang cewek yang didominasi kaum ibu sedang antri. “Nggak salah masuk toilet toh bu?”, tanya mas-mas di pinggir saya. “Toilet cewek antri panjaaang mas, sudah kebelet ini”, jawab mereka kompak. Jiaahhhh…!!! Pantas saja negara ini nggak maju-maju, lha sebagian warganya suka menyabotase teritori pribadi orang lain.

Dan akhirnya sekitar pukul 8 pagi, kabut sudah hilang. Pemandangan bukit-bukit yang indah disekitar Gunung Bromo sepenuhnya terlihat. Hardtop-hardtop yang membawa para pengunjung juga tampak rapi berwarna-warni. Sebelum kembali ke homestay, kami berlima sempat minum kopi di warung sekitaran toilet. Disela-sela kami minum kopi, si Yusi, sepupu saya, nyeletuk “Sakjane nang Bromo iku gak soro lho. Tekan homestay iso nyewa hardtop opo ojek, arep nang puncak yo iso numpak jaran, lek kademen yo ono warung kopi nang nduwur. Masalahe cuma siji, kudu nggowo duit akeh !”. Haha, bener yus!

Ads Inside Post