Jumat, 20 November 2009

Treading on Penanjakan

Tempat yang paling ideal untuk menikmati sunrise adalah diatas gunung, tapi tidak mudah untuk mendaki gunung dan mencapai puncaknya. Namun puncak dengan tinggi lebih dari 2500 mdpl ini dapat kita capai dengan mudah karena sudah banyak tersedia kendaraan sewa 4WD yang siap mengantarkan kita sampai puncak.

Penanjakan merupakan salah satu view point terbaik untuk melihat sunrise. Keelokannya sudah dikenal banyak pelancong asing maupun domestik. Maka jangan heran jika melihat banyak turis dari berbagai negara yang berkumpul disana.

Perjalanan menuju Penanjakan kami tempuh sekitar 2,5 jam dari Surabaya. Tentu saja waktu tempuh itu bisa kami capai saat malam hari karena jalanan masih sepi.

Dari Surabaya, mengarahlah ke selatan sampai pertigaan Purwosari, ambil yang ke arah kiri menuju daerah Tutur dan ikuti papan petunjuk ke Penanjakan. Ikuti terus hingga masuk daerah Tosari kemudian jalan akan mulai berkelok-kelok dan sempit tapi dengan aspal yang mulus. Semakin ke atas kita akan melewati pabrik susu di daerah Puspo, kemudian kita akan melewati hutan pinus, ikuti terus hingga sampai di pos penjagaan.

Kami berdelapan sampai di pos tepat jam 4 pagi. Saat keluar dari mobil, hawa dingin sudah menyambut kami. Saya yang dari tadi ngempet mau buang air kecil langsung ngacir ke kamar mandi. Brrr! dingin sekali airnya.

Tiket masuk Penanjakan relatif murah, karena kami bawa mobil sendiri jadi kami kena biaya parkir mobil, tapi tetap saja masih terjangkau, hehe. Tak berapa lama kemudian rombongan kendaraan 4WD juga sampai di pos, kebanyakan yang duduk manis didalamnya adalah para bule.

Setelah administrasi dan perijinan selesai, kami langsung tancap gas menuju puncak, karena sayang sekali jika sampai puncak, matahari sudah terbit. Saat sampai lokasi puncak, ternyata kami termasuk rombongan terakhir karena disana para bule dan pelancong domestik sudah PW (baca : posisi wuenak) dengan posisinya masing-masing. Menunggu sunrise dan mencari angel yang tepat untuk berfoto-foto ria.Crap!

Setelah mencari-cari akhirnya dapat juga tempat yang ciamik. Kalau dari posisi para pelancong-pelancong tadi, kita masih harus turun beberapa meter lagi. Tempatnya luas dan cukup datar, pas untuk nge-ground.

Subhanallah. Amazing bin awesome! Meskipun tidak mendapat "The Famous Sunrise" itu tapi didepan sudah terhampar pemandangan luar biasa. Pemandangan deretan 3 gunung plus lautan pasir memanjakan mata kami. Gunung Batok, Gunung Bromo, dan puncak tertinggi di pulau Jawa, Mahameru. Ditambah kabut tipis diantara gunung-gunung tadi yang perlahan tersingkap oleh angin, membuat saya tertegun beberapa detik. Perpaduan yang pas antara keindahan dan kemegahan.

Photo session-pun dimulai, hehe. Karena keasyikan, tanpa terasa matahari sudah mulai terasa panas. Akhirnya kami putuskan kembali ke atas. Sesampainya diatas, kami sedikit kaget, kemana orang-orang yang ramai tadi? Ternyata mereka sudah duluan turun ke Bromo. Sepi, jadi hanya tinggal kami dan seorang petugas kebersihan yang sedang menyapu saja yang masih ada disana.krik.krik.krik

Kami baru sadar ternyata medan yang kami lalui semalam cukup bikin ngeri, bagaimana tidak jalan yang kami lewati dengan sedikit ngebut semalam ternyata sampingnya jurang terjal mengerikan. Alhamduillah ternyata Allah SWT masih sayang dengan kami(:

Overall, Penanjakan memang ciamik soro (baca : bagus sekali). Likes this-lah pokoknya.Perjalanan kami tidak sampai sini saja karena tujuan kami selanjutnya adalah menuruni bukit menuju lautan pasir, melewati Gunung Bromo dan ke air terjun impian saya, Madakaripura. Tapi tidak saya ceritakan disini, insya Allah akan ditulis teman saya dilain waktu. Coming soon...

Special thanks to :
Hudan atas mobilnya dan Harys
yang nyetirin mobil kami, driver handal kamu boy!

Rabu, 04 November 2009

Memorable Sempu

Alhamdulillah, akhirnya tercapai juga mimpi saya untuk menjelajah pulau Sempu bersama teman-teman kuliah saya. Awalnya saat H-2 saya sempat ragu untuk ikut karena kondisi kesehatan yang kurang memungkinkan, badan meriang, batuk ditambah lagi teman saya bilang ini adalah gejala demam berdarah. What?! DB?! Seketika itu juga bayangan indahnya pulau Sempu tiba-tiba berubah menjadi salah satu kamar inap di RS Haji. Astagfirullah, cepat-cepat saya hilangkan pikiran itu. Sampai akhirnya, dengan berbekal do'a dan mimpi ingin melihat indahnya Sempu, saat hari H saya ikut juga.

Berangkat dari Surabaya sekitar jam dua belas malam menggunakan tiga buah mobil, kami ber dua puluh dua orang meluncur menuju arah Malang. Perjalanan pada malam hari jelas lebih menghemat waktu karena jalanan yang masih sepi. Setelah beberapa saat istirahat di POM bensin daerah Turen, kami lanjutkan perjalanan melewati jalan pegunungan yang tidak terlalu lebar dan yang pasti berkelok-kelok menuju selatan Malang.

Sekitar jam setengah tujuh pagi, sampai juga kami di pantai Sendang Biru. Harus saya akui, baru pertama kali ini saya pergi ke pantai pagi-pagi. Tenang dan menyejukkan. Sendang Biru cukup bersih, yah paling tidak saya tidak menjumpai benda bulat lonjong berwarna 'kuning keemasan' yang berseliweran. Mobil kami titipkan di halaman salah seorang warga Sendang Biru, pak Kardi namanya.

Jangan harap ada kapal sejenis Titanic dengan segala kemewahannya disini karena perjalanan dari Sendang Biru ke Sempu hanya butuh waktu sekitar 10 menit, jadi perahu motor sederhana saja rasanya sudah cukup, hehe. Sistem sewa perahu disini adalah antar jemput, jadi kita harus janjian dulu ingin dijemput jam berapa dari Sempu karena sinyal seluler di Sempu kurang bagus.

Seperti kebanyakan daerah konservasi pantai lainnya, tepian pulau Sempu juga ditumbuhi bakau yang lumayan besar. Saat itu air masih pasang sehingga perahu bisa mengantar kami sampai bibir pulau. Tujuan utama menjelajah Sempu adalah melihat Segara Anakan. Sebuah cekungan besar berisi air laut yang dikelilingi batu karang, sehingga terlindung dari ganasnya ombak Samudera Hindia.

Track yang harus dilalui untuk sampai ke Segara Anakan adalah jalan setapak yang medannya berupa tanjakan dan turunan, sulur dan akar pohon yang besar-besar tidak pernah hilang dari pandangan. Terkadang kita juga harus melompati pohon besar yang tumbang, melewati jembatan kecil dan juga bebatuan. Suara kicauan burung dan bau khas hutan di pagi hari sungguh membuat saya lupa kalau sebenarnya kami semua belum sarapan. Krukk. Krukk. Hahaha whatever, saat itu yang ada di pikiran saya adalah sesegera mungkin melihat Segara Anakan yang eksotis itu.

Setelah kira-kira 45 menit berjalan, suara gemuruh ombak mulai terdengar. Rasa ingin tahu saya semakin membuncah saat mulai terlihat bakau yang menandakan bahwa pantai sudah dekat. Dan tak lama kemudian pemandangan Segara Anakan sudah tersaji di depan mata. Subhanallah, airnya jernih, tenang, pasirnya putih dan dikelilingi karang yang ditumbuhi pepohonan hijau. Namun sayang pemandangan yang apik itu jadi ada nilai minusnya akibat sampah pengunjung yang berceceran.

Selain dari tepian, keindahan Segara Anakan juga bisa dinikmati dari atas tebing karang. Lebih bagus malah. Jadi jika kita melihat dari atas tebing, di sisi utara kita bisa melihat Segara Anakan yang warna airnya terlihat hijau dan di sisi selatan adalah birunya Samudera Hindia yang luas dengan barisan karang-karangnya yang besar. Sungguh perpaduan yang apik antara keindahan dan kemegahan.

Sebenarnya sih sudah ada papan larangan untuk tidak memanjat tebing karang ini tapi dasar manusia, semakin dilarang, rasa penasaran akan semakin menjadi-jadi. Akhirnya saya, Hudan, Faridz, Ita, Nimas dan Kak Ayu nyerah dengan rasa penasaran kami, nekat bergelantungan manjat tebing karang, kapan lagi nyobain rockclimbing seperti ini, kalau di kota mah yang ada hanya panjat pinang itu saja setahun sekali waktu Agustusan.

Sempat terjadi perdebatan apakah dari Segara Anakan mau langsung pulang atau tracking lagi ke pantai Pasir Panjang. Setelah berembuk akhirnya dicapai kesepakatan untuk tracking lagi ke Pasir Panjang. Untuk menuju pantai ini harus melewati 3 pantai lagi dari Segara Anakan yang artinya kami harus naik turun bukit sebanyak empat kali lagi. Wew! Jadi inget soundtrack ninja Hattori yang versi Indonesia. Ternyata setelah pantai kedua, beberapa orang teman sudah nyerah untuk melanjutkan ke Pasir Panjang. Akhirnya kami putuskan untuk kembali menuju tempat jemputan perahu.

Saya tidak tahu nama pantai kedua ini, yang jelas pantai ini tidak kalah bagus dengan Segara Anakan. Bedanya, kalau di Segara Anakan airnya cukup tenang sedangkan di pantai ini karena langsung berhadapan dengan Samudera Hindia jadi ombaknya cukup besar.Sangar!

Pantai Selatan memang memiliki daya magis yang luar biasa. Membuat kebanyakan orang yang melihat akan senantiasa tertarik untuk mendekat meskipun ombak pantai selatan seperti itu, paling tidak salah seorang teman saya telah membuktikannya. Begitu excited-nya dia hingga peringatan dari kami sempat dia abaikan. Tak berapa lama kemudian datanglah ombak menerjang tubuhnya. Untungnya saat itu dia berpegang erat pada karang di depannya sehingga bisa dia jadikan tumpuan. Beberapa dari kami yang dari tadi terus mengawasi secara spontan berlarian menjemputnya, ternyata kakinya kram makanya dia tidak segera menghindar tadi. Alhamdulillah, tidak jadi masuk berita surat kabar lokal.

Perjalanan pulang menuju tempat jemputan perahu membutuhkan waktu lebih lama jika dibandingkan saat berangkat karena selain stamina yang sudah terkuras, ada salah seorang teman yang kakinya kram sehigga perlu istirahat agak lama. Untuk tips, sebaiknya jangan menggunakan sandal jepit saat tracking ke Sempu, terlebih lagi sandal klompen, karena medan yang naik turun dan agak licin sangat beresiko membuat kita terpeleset dan kram. Gunakan sandal gunung atau sepatu yang grid bagian bawahnya cukup kasar.

Kami tiba di bibir pulau sekitar jam 1 siang dan tarraaaa..!!! Air sudah sudah surut dan perahu berada agak jauh ke tengah teluk sodara-sodara! Mari lanjutkan perjuangan menuju perahu melewati karang-karang kecil yang lumayan tajam. Sebenarnya sih bukan masalah bagi saya tapi karena kaki saya saat itu sudah lecet, jadi saat terkena air laut bisa tahu sendiri perihnya gimana. Aihh! Salah satu lirik lagu Anggur Merah milik almarhum bang Meggy ternyata bener.

Fasilitas di Sendang Biru cukup lengkap, mulai dari penginapan, mushola, tempat parkir hingga toko kelontong. Oiya yang paling penting adalah toilet umum karena setelah tracking di Sempu, badan yang kotor dan cuaca pantai yang cukup panas akan membuat kita ingin segera mandi. Terdapat enam toilet umum di Sendang Biru yang tentunya kita harus bayar, waktu itu saya dapat toilet yang atapnya terbuka, jadi jika melihat ke atas yang terlihat ya langit dan pepohonan, tidak jarang juga burung-burung berseliweran di atas saya. Untung tidak ada yang pengen, liat temannya mandi. Haha.

Satu hal yang paling saya syukuri selain kami semua selamat sampai rumah atau kos masing-masing adalah cuaca saat di Sempu cukup cerah dan hanya sedikit mendung, tidak sampai hujan. Sungguh pengalaman yang memorable.

Special thanks to:
Hudan, Faridz, dan Wakhid, para driver tangguh yang nyetir mobil kami pulang pergi Sendang Biru - Surabaya. Setiadi untuk kamera w-150 nya, kameramu memang keren Setz, teman-temanku mengakuinya, haha. Hanif untuk tripodnya, berkat tripodmu kami bisa foto full team dan salah satu hasil fotonya dinobatkan sebagai foto terbaik, versi kami tentunya, hehe. Teman-temanku semua, dua puluh dua orang yang goxkil abis, persiapkan travelling selanjutnya.

Ads Inside Post