Minggu, 16 Mei 2010

Di Atas Gerbong Penataran

Tepat pukul 04.45, kereta api Penataran yang saya tumpangi perlahan mulai bergerak meninggalkan stasiun Gubeng. Bersama seorang teman kos, panggil saja Fajar, kami kebetulan naik di gerbong paling buntut yang penerangannya remang-remang menuju gelap. Di gerbong ini masih sepi penumpang, membuat kami leluasa memilih bangku kosong mana yang kami suka.

Sengaja saya pilih bangku dengan seat 3, maksudnya biar saya bisa tidur sambil berselonjor ria. Hehe, apatis! Sikap saya ini bukan tanpa alasan, tengah malam saya baru bisa tidur lalu pagi jam empat sudah harus siap-siap pergi ke Gubeng, huah mata ini masih terasa berat untuk melek, ngantuk banget!

Haha, ternyata sikap apatis saya cukup sampai stasiun Wonokromo saja, soalnya ada bapak-bapak minta izin untuk duduk sebangku dengan saya. Ya jelas saya kasih izinlah, lha memang kereta ini bukan milik keluarga saya. Hehe.

Semula perjalanan ini lancar-lancar saja. Selain bau ban yang kurang sedap yang dibawa bapak-bapak disamping saya, mungkin hanya bau asap rokok yang sedikit mengusik hidung saya. Tapi setelah dari stasiun Waru, hidung saya mulai terganggu dengan bau 'busuk' yang entah dari mana asalnya. Gila! Ini sih bukan kurang sedap lagi, tapi enggak sedap sama sekali! Baunya seperti kaos kaki setengah kering yang sebelumnya sudah direndam 3 hari, lalu tanpa dicuci dengan detergen langsung dijemur. Yaiks!

Penderitaan saya bertambah, mas-mas setengah baya disamping saya (bukan bapak-bapak tadi) tidur dengan kaki mengangkang lebih dari 90 derajat yang memaksa saya untuk lebih mengatupkan kaki. Arrgh, sempit iki lho mas! Bukan hanya itu, saat saya sudah mulai merem melek, tiba-tiba dia terbangun lalu muter mp3 di hp-nya dengan volume hampir maksimal, kenceng banget! Lagunya? Dangdut koplo cuy! Hiyaaa. Maaf,bukannya saya meremehkan jenis musik ini, tapi kebetulan saya memang kurang suka, jadi sah saja saya merasa terganggu. Parahnya, setelah muter mp3 itu dia langsung tidur lagi. Oalah mas, kok enggak sungkan sama kakek-nenek depanmu itu.

Oya, sebelum turun dari kereta,ada seorang penjual mamiri yang dikerjai seorang bapak-bapak penumpang. Bapak itu tanya, "Mas, banci iku iso manak gak?" (baca:Mas, banci itu bisa beranak enggak?). Kalau saya yang ditanya ya jelas saya jawab enggak bisa, mas penjual mamiri pun juga jawabnya enggak mungkin banci bisa beranak. Tapi si Bapak malah balik tanya, "Tapi kok nang ndunyo tambah akeh yo?" (baca:Tapi kok di dunia tambah banyak ya?). Wahahahaha...jayus pak!

Ads Inside Post