Senin, 08 Agustus 2011
Nostalgia Memasak Daging Bekicot
Mengkonsumsi daging bekicot bukanlah hal baru bagi saya. Bagi sebagian orang, binatang berlendir ini mungkin terkesan menjijikkan. Namun, bagi sebagian orang lagi, termasuk saya, olahan bekicot merupakan kuliner yang layak dikonsumsi. Waktu masih SD saya sering diajak sepupu-sepupu saya berburu bekicot. Saya ingat, dulu paling tidak sebulan sekali kami blusukan ladang orang untuk mencari binatang bercangkang ini. Dari yang saya amati, bekicot-bekicot ini biasanya paling gampang ditemui di sela-sela tanaman pandan.
Proses menjadikan bekicot menjadi sebuah hidangan yang layak dikonsumsi ternyata susah-susah gampang. Perlu beberapa tahap untuk mengolahnya. Pertama, kami rebus dulu si bekicot hidup-hidup beserta cangkangnya. Agak sadis memang. Tujuan dari tahap ini adalah menghilangkan lendirnya dan juga biar gampang memisahkan daging bekicot dengan cangkangnya.
Kata sepupu saya, tidak semua bagian dari bekicot ini bisa diolah. Hanya bagian 'kaki' saja yang biasanya diambil untuk dijadikan hidangan, lainnya dibuang. Proses perebusan tadi ternyata tidak bisa menghilangkan semua lendir yang ada, perlu dilakukan perendaman menggunakan air kapur, kalau dalam bahasa jawa biasa disebut enjet. Tidak ada batasan waktu yang pakem pada tahap ini. Semakin banyak lendir maka waktu perendaman juga semakin lama, tapi jangan terlalu lama. Nah lo, piye kui? Pokoknya jika daging bekicot dirasa sudah lumayan kesat maka proses perendaman bisa dihentikan.
Setelah lendir dihilangkan maka cuci bersih dagingnya. Tahap selanjutnya adalah proses marinasi. Proses ini dilakukan dengan merendam daging bekicot ke dalam cairan berbumbu. Sayangnya saya lupa komposisinya, hehe. Tujuan marinasi ini adalah selain menghilangkan bau anyir daging bekicot, juga biar bumbunya bisa lebih meresap. Maklum saja, bagian 'kaki' bekicot ini memiliki densitas serat yang paling rapat diantara bagian yang lain. Biasanya kami dulu butuh waktu 30 menit untuk melakukan marinasi ini, baru setelah itu tinggal diolah sesuai selera. Bisa ditumis, dicampur santan atau disate. Kalau saya dan sepupu-sepupu saya biasanya suka olahan bekicot yang ditumis dengan rasa yang pedas lalu dimakan dengan nasi putih yang hangat rame-rame. Ah, betapa nikmatnya waktu itu.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar